Mangrove, ekosistem pesisir yang kaya akan keanekaragaman hayati, tidak hanya penting untuk keseimbangan lingkungan tetapi juga menyimpan potensi besar dari sisi olahan pangan, kuliner, hingga kerajinan. Dari akar hingga buahnya, mangrove menawarkan sumber daya yang bisa diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi.
Keunikan dan kelimpahan sumber daya yang ditawarkan oleh mangrove menjadikannya tidak hanya sebagai penjaga garis pantai tetapi juga lumbung pangan dan sumber pendapatan berkelanjutan. Di berbagai wilayah, komunitas lokal telah lama mengenal dan memanfaatkan mangrove sebagai bahan baku produk makanan, pewarna alami, hingga bahan obat-obatan.
Seperti cerita Alpiah dan Kelompok Kebaya dari Muaragembong Bekasi yang mencoba mengenalkan berbagai macam olahan mangrove!
Dari Produk Makanan Sampai Pewarna untuk Batik
Perkenalkan namanya Alpiah, ketua Kelompok Bahagia Berkarya atau Kebaya. Dirinya bersama 15 orang lainnya melakukan kegiatan penanaman mangrove, pencarian buah mangrove, hingga pengolahannya.
“Kalau Kelompok Kebaya itu sehari-harinya mulai dari menanam mangrove, mengolah mangrove, sampai memasarkan produk-produk mangrove, Alhamdulillah saat ini Kebaya sudah punya 10 macam produk, mulai dari sirup, jus, stick, kacang umpet, keripik umpet, keripik daun, keripik buah, kopi, hingga tepung mangrove,” Jelas Alpiah.
Dari berbagai jenis mangrove, ada banyak yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut, seperti jenis Bruguiera gymnorrhiza yang bisa diolah menjadi kue. Selain itu, penduduk di banyak daerah juga menggunakan mangrove jenis Kerakas atau Rhizophora mucronata dan Turi Accrositicumaerum sebagai bahan baku membuat sayuran.
Bagi kelompok Kebaya, selain digunakan dalam pembuatan produk makanan, mangrove juga berpotensi sebagai bahan pewarna. Grup kebaya mengumpulkan propagul (buah mangrove yang telah berkecambah) yang sudah menjadi limbah untuk dikumpulkan. Setelah itu, dikeringkan dan dimasak atau direbus menjadi pewarna batik.
“Saat ini, Kebaya juga sudah mulai produksi batik dengan pewarna mangrove dan juga akan mencoba launching untuk penjualan khusus pewarna mangrove, untuk pewarna dari batik kita pakai jenis Rhizophora yang mana bahan dasarnya berasal dari limbah propagul,” Ungkap Alpiah.
Sirup Buah Bogem
Dikenal dengan nama latin Sonneratia caseolaris, buah bogem yang juga populer dengan sebutan buah pedada, sering ditemukan di wilayah perairan payau. Pohon mangrove jenis pedada ini berbuah pada bulan April hingga Juli dan September hingga November. Namun tahukah kamu, buah bogem banyak diolah menjadi berbagai jenis produk olahan, salah satunya sirup.
Sirup bogem merupakan produk olahan paling terkenal yang dibuat dari buah bogem . Usaha olahan sirup ini tersebar cukup merata di Indonesia, dan dikenal dengan banyak nama seperti berembang, pidada merah, palapat, dan lain-lain. Dengan kandungan air yang tinggi mencapai 79%, proses pembuatan sirup bogem terbilang mudah sehingga memang sangat cocok dijadikan lahan usaha. Umumnya, buah bogem yang telah matang akan diambil dagingnya, dan kemudian akan terus diremas-remas agar mendapatkan sari buahnya. Setelah selesai meremas, sari buah tersebut lalu disaring dan direbus hingga mendidih sambil menambahkan gula, air, secang, rosella, dan kayu manis untuk menciptakan cita rasa sirupnya.
Tidak hanya diolah menjadi sirup, berdasarkan penelitian Rohman (2018), buah bogem sangat cocok untuk dimanfaatkan sebagai tepung yang dapat meningkatkan daya awet, serta menjadi bahan pangan alternatif yang lebih ekonomis berupa bahan untuk produk lanjutan seperti edible film sebab kadar karbohidrat dan patinya yang tinggi.
Well, apa yang dilakukan oleh Alpiah dan Kelompok Kebaya atau fakta bahwa buah bogem bisa diolah menjadi sirup hingga tepung, membuktikan betapa besar manfaat ekosistem mangrove. Mangrove tidak hanya berperan vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir dan sebagai benteng alami, tetapi juga memberikan berbagai potensi bagi kehidupan manusia melalui berbagai olahannya.